Kebijakan TKD Dipangkas, Pusat Siap Turun Tangan

Tito Karnavian beserta istri saat menghadiri Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berlangsung di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta. 5 Oktober 2025 (foto instagram @titokarnavian).

Wapenja.com – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan bahwa pemerintah pusat tidak akan tinggal diam menghadapi dampak pemangkasan dan pengalihan Transfer Keuangan Daerah (TKD) yang mulai diberlakukan pada 2026. Dalam pernyataannya, Tito menegaskan bahwa pemerintah pusat siap memberikan bantuan kepada pemerintah daerah (pemda) yang mengalami kesulitan, namun dengan pendekatan yang bertahap dan berbasis kemandirian fiskal.

Tito menekankan bahwa bantuan dari pusat tidak akan diberikan secara instan. Sebaliknya, pemda diminta terlebih dahulu melakukan exercise atau simulasi penataan ulang anggaran secara mandiri.

Tujuannya adalah agar daerah mampu mengidentifikasi titik-titik efisiensi dan menyusun strategi pengelolaan keuangan yang lebih adaptif sebelum intervensi pusat dilakukan.

Menteri Keuangan Purbaya juga disebut telah menyampaikan pendekatan serupa, menandakan koordinasi lintas kementerian dalam menghadapi transisi TKD.

Tito menegaskan bahwa kebijakan pengalihan TKD bukanlah bentuk pelemahan terhadap otonomi daerah, melainkan upaya untuk mendorong tata kelola keuangan yang lebih efektif, transparan, dan tepat sasaran.

Dalam konteks reformasi fiskal, langkah ini dianggap sebagai dorongan agar daerah tidak bergantung sepenuhnya pada transfer pusat, melainkan mulai mengembangkan potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan efisiensi belanja.

Banyak kepala daerah menunjukkan kekhawatiran terhadap penurunan angka transfer TKD, terutama bagi daerah yang selama ini sangat bergantung pada dana pusat untuk pembiayaan layanan publik.

Tito mengingatkan agar respons terhadap kebijakan ini tidak bersifat reaktif atau pesimis. Sebaliknya, ia mendorong kepala daerah untuk melihat peluang dalam penataan ulang anggaran dan peningkatan kapasitas fiskal lokal.

Kebijakan ini berpotensi mengubah lanskap hubungan fiskal antara pusat dan daerah. Di satu sisi, ia bisa memperkuat otonomi fiskal jika daerah mampu beradaptasi. Di sisi lain, jika tidak diimbangi dengan pendampingan dan reformasi kelembagaan, bisa menimbulkan ketimpangan baru antarwilayah.

Pendekatan “exercise dulu, baru dibantu” juga membuka ruang evaluasi terhadap kesiapan teknokratik dan kapasitas manajerial di tingkat daerah.