Kericuhan Warnai Muktamar X PPP di Ancol: Kader Saling Pukul, Kursi Melayang

Wapenja.com/Jakarta – Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi dan penentuan arah baru partai, justru diwarnai insiden memalukan. Bertempat di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/09), forum tertinggi partai Islam tersebut berubah menjadi arena baku hantam ketika sejumlah kader terlibat dalam aksi saling pukul dan lempar kursi.

Kronologi Ketegangan: Dari Yel-Yel ke Kekerasan

Kericuhan pecah saat jeda menjelang azan magrib, ketika Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP, Muhammad Mardiono, tengah memberikan keterangan pers di luar ruang sidang. Suasana yang awalnya kondusif berubah panas ketika sekelompok kader meneriakkan “Perubahan! Perubahan!” sebagai bentuk penolakan terhadap kepemimpinan Mardiono. Teriakan itu langsung dibalas oleh pendukung Mardiono dengan yel-yel “Lanjutkan!” yang semakin memanaskan suasana.

Tak butuh waktu lama, adu mulut berubah menjadi aksi fisik. Kepalan tangan melayang, kursi dilempar ke tengah kerumunan, dan suasana menjadi kacau. Para kader yang mayoritas mengenakan seragam hijau PPP tampak saling dorong dan pukul, menciptakan pemandangan yang jauh dari nilai-nilai musyawarah yang dijunjung partai. Insiden ini berlangsung sekitar lima menit sebelum akhirnya dilerai oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin), yang turun tangan menenangkan massa.

Baca Juga  Babak baru Perseteruan Legislatif dan Eksekutif di Jabar

Perebutan Kursi Ketum: Mardiono vs Agus Suparmanto

Muktamar X PPP kali ini menjadi titik krusial dalam perjalanan partai, menyusul kegagalan PPP menembus ambang batas parlemen pada Pemilu 2024. Dengan perolehan suara hanya 3,87 persen, partai berlambang Ka’bah ini kehilangan kursi di DPR RI, memicu kebutuhan mendesak akan pembaruan kepemimpinan dan strategi politik.

Dua nama mencuat sebagai kandidat kuat Ketua Umum: Muhammad Mardiono, sang petahana, dan Agus Suparmanto, mantan Menteri Perdagangan yang diklaim mendapat dukungan dari sejumlah DPW dan DPC. Ketatnya kontestasi antara dua kubu ini diyakini menjadi pemicu utama meningkatnya tensi di arena muktamar.

Baca Juga  Abah Anton Charliyan Tokoh Budaya Sunda : Paslon No. 4 Dedi - Erwan Tampil Menunjukan Kelasnya Sebagai Yang terbaik Dalam Debat Pamungkas Pilgub Jabar 2024.

Respons Partai dan Seruan Etika Politik

Juru Bicara PPP, Donie Tokan, menyampaikan keprihatinan atas insiden tersebut dan mengingatkan seluruh kader untuk tetap menjaga etika serta mewaspadai kemungkinan adanya penyusup yang sengaja memicu kericuhan. Ia menegaskan bahwa perbedaan pendapat adalah bagian dari dinamika demokrasi, namun harus disampaikan dengan cara yang beradab dan sesuai aturan.

“PPP adalah partai Islam. Ada etika dan tata tertib yang harus dipatuhi. Jika ada yang anarkis, bisa jadi itu bukan kader, melainkan penyusup,” ujar Donie.

Kericuhan ini menjadi simbol dari krisis internal yang tengah melanda PPP. Setelah gagal lolos ke parlemen, partai menghadapi tantangan besar untuk mereformasi diri dan merebut kembali kepercayaan publik. Muktamar X seharusnya menjadi momentum refleksi dan pembaruan, namun justru memperlihatkan betapa dalamnya polarisasi di tubuh partai.

Dengan masa depan yang dipertaruhkan, PPP dituntut untuk segera meredam konflik dan mengedepankan semangat musyawarah. Jika tidak, partai ini berisiko semakin terpinggirkan dari panggung politik nasional.

Baca Juga  Panwascam Sukawening Gelar Pembinaan Aparatur Pengawas Pemilu 2024 Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut.

Insiden di Muktamar X PPP bukan sekadar keributan fisik, melainkan cerminan dari kegelisahan politik yang lebih dalam.

Di tengah sorotan publik, PPP harus membuktikan bahwa mereka masih mampu menjadi rumah besar umat dan memainkan peran strategis dalam demokrasi Indonesia. Semoga semangat persatuan dan etika politik kembali menjadi fondasi utama dalam perjalanan partai ke depan.