Wapenja.com – Di tengah meningkatnya dukungan internasional terhadap kemerdekaan Palestina, tiga negara Asia – Jepang, Korea Selatan, dan Singapura – tetap mempertahankan sikap tidak mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Keputusan ini menjadi sorotan tajam menjelang Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, di mana sejumlah negara Eropa diperkirakan akan menyusul langkah Inggris, Australia, dan Kanada yang baru saja menyatakan pengakuan resmi terhadap Palestina.
Dari total 193 negara anggota PBB, sebanyak 145 telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Dukungan tersebut datang dari hampir seluruh negara di Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah, serta sebagian besar negara Asia seperti India, China, dan Indonesia. Namun, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura tetap memilih pendekatan diplomatik yang konservatif dan berhati-hati, dengan alasan stabilitas regional dan kepentingan strategis.
Alasan Strategis dan Diplomatik
Menteri Luar Negeri Jepang, Takeshi Iwaya, dalam pernyataan resminya menyebut bahwa pengakuan terhadap Palestina akan dilakukan “pada waktu yang tepat,” dengan tetap mengedepankan solusi dua negara sebagai jalan damai yang berkelanjutan. Jepang, yang memiliki hubungan ekonomi dan pertahanan yang erat dengan Amerika Serikat dan Israel, tampaknya enggan mengambil langkah yang dapat dianggap kontroversial oleh sekutu-sekutunya.
Korea Selatan, yang juga memiliki aliansi kuat dengan AS dan fokus pada isu keamanan di Semenanjung Korea, menyatakan bahwa pengakuan terhadap Palestina harus melalui proses multilateral yang inklusif. Pemerintah Seoul menekankan pentingnya menjaga netralitas dalam konflik yang kompleks dan berkepanjangan.
Sementara itu, Singapura menegaskan bahwa pengakuan sepihak tidak akan mengubah kondisi di lapangan dan justru berpotensi memperburuk situasi bagi rakyat Palestina. Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Singapura menyebut bahwa pendekatan pragmatis lebih dibutuhkan daripada simbolisme politik.
Reaksi Regional dan Kritik
Langkah ketiga negara ini memicu perdebatan di kawasan Asia, yang selama ini dikenal memiliki sejarah panjang solidaritas terhadap perjuangan dekolonisasi dan hak penentuan nasib sendiri. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan pendukung aktif kemerdekaan Palestina, menyatakan keprihatinan atas sikap negara-negara tetangganya.
“Solidaritas terhadap Palestina bukan hanya soal agama, tetapi soal keadilan dan kemanusiaan,” ujar Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, dalam konferensi pers di Jakarta. Ia juga menyerukan agar negara-negara Asia menunjukkan kepemimpinan moral dalam isu global yang menyangkut hak asasi manusia dan keadilan internasional.
Keputusan Jepang, Korea Selatan, dan Singapura untuk menunda pengakuan terhadap Palestina diperkirakan akan memengaruhi dinamika diplomatik di kawasan Asia-Pasifik. Di satu sisi, mereka berusaha menjaga hubungan strategis dengan negara-negara Barat dan Israel. Di sisi lain, mereka menghadapi tekanan dari masyarakat sipil dan negara-negara tetangga yang menuntut sikap lebih tegas terhadap isu kemerdekaan Palestina.
Sidang Umum PBB tahun ini diprediksi akan menjadi titik balik dalam peta diplomasi global terkait Palestina. Dengan semakin banyak negara yang bergabung dalam barisan pengakuan, tekanan terhadap negara-negara yang masih menolak akan semakin meningkat.












