Pemimpin Tanpa Nyali? Netanyahu Tinggalkan Rumah Saat Rakyat Menuntut Keadilan

Perdana menteri Israel, Benyamin Netanyahu

Wapenja.com/Yerusalem – politik dan sosial di Israel mencapai titik didih ketika ribuan demonstran memadati kawasan sekitar kediaman Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem. Aksi ini merupakan respons langsung terhadap eskalasi militer Israel di Jalur Gaza, yang dinilai membahayakan nyawa para sandera yang masih ditahan oleh kelompok Hamas.

Protes tersebut dipimpin oleh Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang, sebuah kelompok yang terdiri dari keluarga korban penculikan dan warga yang hilang sejak konflik meletus kembali beberapa bulan lalu. Mereka mendirikan tenda, membawa poster wajah para sandera, dan bermalam di lokasi sebagai bentuk desakan moral kepada pemerintah agar menghentikan operasi militer yang dinilai gegabah.

Salah satu suara paling lantang datang dari Einav Zangauker, ibu dari seorang sandera, yang menyebut Netanyahu “kabur seperti pengecut” setelah sang perdana menteri dilaporkan meninggalkan rumahnya hanya beberapa menit sebelum aksi dimulai. “Kami tidak datang untuk menyerang, kami datang untuk memohon agar nyawa anak-anak kami tidak dijadikan alat tawar-menawar politik,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Di sisi lain, laporan eksklusif dari Axios mengungkap bahwa militer Israel telah melancarkan operasi darat besar-besaran di Kota Gaza, dengan tujuan strategis untuk menduduki wilayah tersebut dan menghancurkan infrastruktur militer Hamas. Namun, langkah ini menuai kritik tajam dari kalangan intelijen dan militer sendiri. Beberapa pejabat senior memperingatkan bahwa operasi tersebut berisiko tinggi terhadap keselamatan para sandera dan bisa menimbulkan korban jiwa besar di pihak pasukan Israel.

Situasi ini memperlihatkan dilema besar yang dihadapi pemerintah Israel: antara tekanan publik untuk menyelamatkan sandera dan dorongan politik serta militer untuk menumpas Hamas. Di tengah ketegangan ini, suara-suara dari jalanan Yerusalem menjadi simbol perlawanan sipil terhadap kebijakan perang yang dianggap tidak manusiawi.