Wapenja.com – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyayangkan pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang dianggap menyebut guru sebagai beban negara. Pernyataan ini memicu kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, termasuk pakar pendidikan dan tokoh publik.
Pernyataan Sri Mulyani bermula ketika menyoroti keluhan tentang rendahnya gaji guru dan dosen di Indonesia. Ia menyampaikan bahwa masalah ini menjadi tantangan dalam pengelolaan anggaran negara. Namun, pernyataan ini justru menimbulkan kegaduhan dan dianggap sebagai isyarat bahwa guru dan dosen dianggap menambah beban negara.
Pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya), Sri Lestari, menilai pernyataan Sri Mulyani menunjukkan bahwa kesejahteraan pendidik belum menjadi prioritas pemerintah. Ia juga menyoroti sindiran mengenai “jenis-jenis dosen” yang dikaitkan dengan produktivitas riset, yang dianggap dapat membuka jurang kasta baru di dunia akademik. Tari juga menegaskan bahwa beban kerja guru dan dosen di Indonesia tinggi dengan gaji yang relatif rendah dibandingkan negara lain.
Pernyataan Sri Mulyani memicu kekhawatiran tentang masa depan pendidikan di Indonesia. Sri Lestari bahkan menyebut pernyataan tersebut bisa menjadi pintu masuk menuju privatisasi pendidikan. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi PGRI dan seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
Sementara itu Ketua Badan Khusus Komunikasi dan Digitalisasi PGRI Wijaya menjelaskan, “Dari data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, pada 2022 jumlah guru honorer mencapai 704.503 orang, ditambah 141.724 guru tidak tetap (GTT) kabupaten/kota serta 13.328 GTT provinsi. Untuk mengurangi kesenjangan, pemerintah telah mengangkat 774.999 guru menjadi ASN PPPK hingga awal 2024, dengan target mencapai 1 juta guru PPPK,” ungkapnya
”Jabatan guru bahkan mendominasi ASN PPPK secara nasional, dengan jumlah mencapai sekitar 770 ribu orang,” terang Wijaya.
”Dengan adanya pernyataan itu, PGRI mendesak pemerintah, khususnya Menteri Keuangan, untuk lebih bijaksana dalam menyampaikan pernyataan publik. Alih-alih melontarkan ucapan yang merendahkan martabat dan menyakiti guru, kebijakan seharusnya diarahkan pada upaya peningkatan kesejahteraan, percepatan pengangkatan honorer menjadi ASN PPPK, serta pemenuhan hak-hak guru sesuai amanat Undang-Undang, sejujurnya yang patut disebut sebagai beban negara adalah mereka yang memakan dan menghabiskan uang negara tanpa tanggung jawab, seperti para koruptor ” tegas Wijaya.***












