Negara Absen di Bandara Vital: Morowali Jadi Lahan Abu-Abu

Wapenja.com/Morowali – Polemik bandara di Morowali terus bergulir. Setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan adanya fasilitas udara yang beroperasi tanpa perangkat resmi negara, Markas Besar TNI segera mengerahkan Korps Pasukan Gerak Cepat (Korpasgat) untuk melakukan pengamanan.

“TNI bersikap aktif dan responsif terhadap arahan Menhan, TNI telah menyiapkan pasukan dari Korpasgat yang ditugaskan dalam pengamanan bandara (tersebut) sebagai salah satu objek vital nasional,” kata Kapuspen Mabes TNI Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah, saat dikonfirmasi, Rabu (26/11/2025).

Pernyataan Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah itu menegaskan sikap TNI yang langsung menindaklanjuti arahan Menteri Pertahanan terkait polemik bandara di Morowali.

Langkah cepat ini memang menenangkan sebagian pihak, tetapi justru menimbulkan pertanyaan lebih besar: bagaimana mungkin sebuah bandara yang seharusnya menjadi objek vital nasional bisa beroperasi tanpa pengawasan negara sejak awal?

Koordinasi lintas lembaga: TNI menegaskan telah meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, Polri, dan pemerintah daerah.

Kekhawatiran masyarakat: Warga menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap fasilitas strategis, apalagi di daerah yang menjadi pusat investasi besar.

Isu transparansi: Pengamat menuntut pemerintah membuka data kepemilikan, izin operasional, dan alur investasi yang melibatkan bandara tersebut.

Respons cepat TNI memang patut diapresiasi, tetapi akar masalah tetap belum terjawab. Apakah ini sekadar kelalaian birokrasi, atau ada kepentingan bisnis yang sengaja menyingkirkan peran negara?

Polemik Morowali bisa menjadi cermin rapuhnya tata kelola fasilitas vital di Indonesia. Bandara bukan sekadar pintu masuk dan keluar, melainkan simbol kedaulatan. Ketika negara absen, publik berhak curiga: siapa sebenarnya yang mengendalikan jalur udara di kawasan strategis ini?