Bencana Sumatera: Krisis Kemanusiaan Menguji Ketahanan Nasional

Foto dokumentasi BNPB.

Wapenja.com – Gelombang banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kini bukan sekadar catatan angka korban jiwa.

BNPB resmi melaporkan peningkatan signifikan jumlah korban meninggal akibat banjir dan longsor besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Data terbaru yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Selasa (2/12/2025) pukul 17.00 WIB menunjukkan peningkatan signifikan jumlah korban. Menurut laporan resmi, 702 orang telah dinyatakan meninggal dunia akibat serangkaian bencana tersebut, 464 hilang, dan lebih dari 570 ribu jiwa mengungsi, tragedi ini menyingkap rapuhnya sistem mitigasi bencana di Indonesia.

Fakta Lapangan

  • Korban jiwa: 604 orang
  • Hilang: 464 orang
  • Luka-luka: 2.600 orang
  • Pengungsi: 570.700 jiwa
  • Rumah rusak: 7.600 unit (berat & sedang)

Bencana ini memperlihatkan dua hal penting:

  1. Kelemahan Infrastruktur: Ribuan rumah hancur, jembatan putus, dan akses jalan terisolasi.
  2. Krisis Koordinasi: Lonjakan pengungsi menekan kapasitas pemerintah daerah, sementara distribusi bantuan masih tersendat.

Aktivis lingkungan menyoroti dugaan pembalakan liar sebagai faktor pemicu longsor. Sementara itu, masyarakat menuntut transparansi pemerintah dalam investigasi penyebab bencana.

Tragedi Sumatera bukan hanya soal angka korban, melainkan ujian besar bagi akuntabilitas pemerintah. Apakah negara mampu bertransformasi dari sekadar reaktif menjadi proaktif dalam menghadapi bencana?