TeFa MKN 1 & 2 Subang Bukan Sekadar Belajar—Saatnya Produksi Jadi Bukti!

Wapenja.com/Subang – Kunjungan Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, Lusi Lesminingwati, ke SMKN 1 dan 2 Subang pada Kamis (9/10/2025) bukan sekadar seremoni apresiatif. Di balik pujian terhadap Teaching Factory (TeFa)—yang mencakup produksi kabel sepeda motor, kuliner, perkebunan, kafetaria, dan minimarket—tersirat dorongan kuat agar SMK berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak hanya beroperasi sebagai laboratorium praktik, tetapi sebagai entitas bisnis yang kompetitif dan berkelanjutan.

Model TeFa yang diterapkan di kedua sekolah memang menunjukkan kemajuan: siswa terlibat langsung dalam proses produksi, pengelolaan usaha, dan pelayanan konsumen. Namun, Lusi menyoroti bahwa kapasitas produksi masih belum optimal. Tantangan utama bukan lagi pada desain kurikulum, melainkan pada keberanian institusi untuk bertransformasi menjadi unit usaha yang mampu bersaing di pasar lokal, bahkan regional.

Baca Juga  SMK MVP ARS Internasional Melaksanakan Kunjungan Indsutri ke-Berbagai Tempat di Yogyakarta

Kepala Bidang Pembinaan SMK Disdik Jabar, Edy Purwanto, menyebut kunjungan ini sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh terhadap implementasi BLUD. Ia menekankan pentingnya pendampingan yang tidak hanya administratif, tetapi juga strategis—termasuk dalam hal manajemen produksi, pemasaran, dan penguatan ekosistem industri pendidikan.

Plt. Kepala SMKN 2 Subang, Dede Saryono, merespons dengan komitmen konkret: peningkatan kapasitas produksi akan dipadukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang lebih ketat. Ini penting, mengingat siswa kini tidak hanya belajar, tetapi juga bekerja dalam lingkungan semi-industri yang menuntut standar profesional.

Baca Juga  Tahun Ajaran baru 2024/2025: SMP Labschool UPI Cibiru Perkenalkan Program Penguatan Bahasa Inggris dan Keagamaan Guna Ciptakan Siwa Didik yang Berkarakter

Transformasi SMK menjadi BLUD bukan sekadar perubahan status hukum, melainkan perubahan paradigma. Jika tidak disertai dengan keberanian manajerial, dukungan kebijakan, dan kemitraan industri yang nyata, TeFa berisiko menjadi simulasi semu yang gagal menjawab tantangan ketenagakerjaan.