Pramono Ancam Tolak Atlet Israel: “Jakarta Bukan Panggung Normalisasi!

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.

Wapenja.com/Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung secara tegas menolak kedatangan atlet senam asal Israel untuk berlaga dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 yang dijadwalkan berlangsung di ibu kota pada 19–25 Oktober mendatang. Dalam pernyataannya di Balai Kota, Pramono menyebut kehadiran atlet Israel “tidak membawa manfaat apa pun” dan berpotensi memicu kemarahan publik.

“Tentang atlet Israel, kalau ke Jakarta, tentunya sebagai Gubernur dalam kondisi seperti ini saya tidak mengizinkan. Visa-nya tidak usah dikeluarkan saja supaya tidak datang ke Jakarta,” tegas Pramono.

Penolakan ini bukan sekadar sikap administratif. Pramono menekankan bahwa luka dan memori atas tragedi kemanusiaan di Gaza masih sangat membekas di masyarakat Indonesia. Ia menyebut kehadiran atlet Israel dalam ajang internasional di Jakarta bisa menjadi pemantik kemarahan publik yang belum pulih dari dampak konflik Palestina-Israel.

Baca Juga  Kapolsek Caringin Patroli Dialogis Dengan Kepala Desa Pancawati, Sampaikan Pesan Kamtibmas

“Dalam kondisi seperti ini, kehadiran atlet gimnastik Israel hanya akan menyulut kemarahan publik. Karena apa pun yang terjadi di Gaza, memorinya itu melekat di kita semua,” ujarnya.

Pramono juga merujuk pada pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB yang secara eksplisit menyatakan dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina dan mengecam agresi Israel. Menurutnya, sikap Indonesia sudah “clear” dan tidak perlu ditafsirkan ulang.

Baca Juga  Di Duga Rem Blong, Truk tronton Tabrak Angkot Bermuatan 17 Orang Guru PAUD Yang Akan Takziah, 11 Orang Meninggal Dunia.

“Pidato Bapak Presiden di PBB sudah jelas, jadi tidak perlu diterjemahkan lagi,” kata Pramono.

Penolakan terhadap kehadiran atlet Israel juga digaungkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, yang mendesak pemerintah agar tidak mengizinkan partisipasi Israel dalam ajang olahraga internasional di tanah air. Ia menyebut hal itu bertentangan dengan amanat konstitusi dan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berpihak pada kemanusiaan.