Wapenja.com/Majalengka – Dalam operasi intensif yang berlangsung selama dua bulan terakhir, Satuan Reserse Narkoba Polres Majalengka berhasil membongkar jaringan peredaran narkotika lintas kecamatan. Sebanyak 11 pria ditangkap dari wilayah Majalengka Kota, Lemahsugih, Jatiwangi, dan Sumberjaya, menandai eskalasi serius dalam penyebaran zat terlarang di daerah yang selama ini dikenal relatif tenang.
Kapolres Majalengka AKBP Willy Andrian menyampaikan bahwa operasi ini bukan sekadar penangkapan, melainkan bagian dari strategi jangka panjang untuk memutus mata rantai distribusi narkotika yang menyasar generasi muda. “Kami tidak hanya mengejar pelaku, tapi juga berupaya membongkar sistem distribusi yang semakin canggih dan tersembunyi,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (24/10).
Barang bukti yang disita menunjukkan keragaman jenis dan skala peredaran:
- 61,58 gram sabu kristal
- 26,48 gram tembakau sintetis
- 60 butir psikotropika
- 1.950 butir obat keras golongan G seperti Tramadol, Excimer, dan Double YY
Modus operandi para pelaku mencerminkan adaptasi terhadap pengawasan aparat, mulai dari sistem “tempel” di lokasi tertentu hingga transaksi langsung yang melibatkan kurir lokal. Beberapa tersangka diketahui menggunakan media sosial dan aplikasi pesan instan untuk mengatur distribusi, memperlihatkan tantangan baru dalam penegakan hukum era digital.
Majalengka, seperti banyak daerah lain di Indonesia, menghadapi dilema ganda: meningkatnya akses terhadap zat adiktif dan minimnya edukasi publik tentang bahaya narkotika. Laporan dari Dinas Kesehatan setempat menunjukkan peningkatan kasus penyalahgunaan obat keras di kalangan remaja, terutama jenis Tramadol dan Excimer yang mudah didapatkan dengan harga murah.
“Ini bukan sekadar masalah kriminal, tapi juga krisis kesehatan masyarakat,” ujar seorang aktivis pemuda yang enggan disebutkan namanya. Ia menyoroti lemahnya pengawasan apotek dan toko obat, serta kurangnya program rehabilitasi berbasis komunitas.
Polres Majalengka menegaskan bahwa seluruh tersangka akan diproses sesuai Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Psikotropika, dan UU Kesehatan, dengan ancaman hukuman antara 4 hingga 12 tahun penjara. Namun, AKBP Willy juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam deteksi dini dan pelaporan aktivitas mencurigakan.
“Perang ini tidak bisa dimenangkan oleh polisi saja. Kami butuh mata dan telinga masyarakat,” tegasnya.












