Wapenja.com – Mulai tahun ajaran 2027/2028, Bahasa Inggris akan menjadi mata pelajaran wajib di seluruh jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia—dari SD hingga SMA. Kebijakan ini diresmikan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 13 Tahun 2025, sebagai bagian dari implementasi ambisius Peta Jalan Pendidikan Nasional 2025–2045. Ini bukan sekadar penambahan mata pelajaran, melainkan transformasi sistemik yang mencerminkan arah baru pendidikan nasional: globalisasi kompetensi.
Rincian kebijakan dan strategi pelaksanaannya:
- Bahasa Inggris wajib di semua jenjang pendidikan: Tidak lagi hanya sebagai mata pelajaran tambahan atau ekstrakurikuler, Bahasa Inggris akan masuk dalam struktur kurikulum inti mulai dari kelas awal SD hingga akhir SMA.
- Pelatihan guru secara nasional: Pemerintah akan memulai pelatihan intensif bagi guru Bahasa Inggris pada tahun 2026. Program ini mencakup peningkatan kompetensi pedagogis dan digital, serta sertifikasi ulang bagi guru yang belum memenuhi standar.
- Integrasi teknologi melalui LMS: Sistem pembelajaran akan diperkuat dengan Learning Management System (LMS) nasional yang memungkinkan akses materi, evaluasi, dan pelatihan daring secara berkelanjutan. Ini juga menjadi bagian dari strategi digitalisasi pendidikan.
- Tujuan strategis: Meningkatkan kemampuan komunikasi global siswa, memperluas akses terhadap pengetahuan internasional, dan membentuk profil lulusan yang mampu bersaing di pasar kerja regional dan global.
Implikasi lebih dalam terhadap sistem pendidikan:
- Kurikulum dan beban belajar: Penambahan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib akan memaksa revisi kurikulum nasional. Beban belajar siswa dan distribusi jam pelajaran harus disesuaikan agar tidak mengorbankan mata pelajaran lain.
- Kesenjangan akses dan kualitas: Tantangan besar muncul di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), di mana ketersediaan guru Bahasa Inggris dan infrastruktur digital masih terbatas. Tanpa intervensi khusus, kebijakan ini berisiko memperlebar kesenjangan pendidikan.
- Perubahan paradigma pembelajaran: Bahasa Inggris tidak lagi diajarkan sebagai hafalan gramatikal, melainkan sebagai alat komunikasi dan pemikiran kritis. Ini menuntut pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual dan berbasis proyek.
Kebijakan ini mencerminkan kesadaran bahwa penguasaan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris, adalah kunci mobilitas sosial dan daya saing global. Di tengah arus digitalisasi, perdagangan bebas, dan kerja lintas negara, kemampuan berbahasa Inggris bukan lagi keunggulan, melainkan kebutuhan dasar. Pemerintah berharap lulusan Indonesia tidak hanya siap bekerja di dalam negeri, tetapi juga mampu berkontribusi di panggung internasional.












