Wapenja.com/Jakarta – Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan sikap resmi terkait konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kembali mencuat pasca-Muktamar ke-10. Dalam pernyataannya, Yusril menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memihak dan membuka ruang bagi kedua kubu untuk mendaftarkan kepengurusan masing-masing ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), selama memenuhi syarat hukum yang berlaku, Senin (29/9/2025).
Dua Kubu, Dua Ketua Umum
- Muktamar PPP yang berlangsung di Ancol, Jakarta Utara, pada 27–28 September 2025, berujung pada terpilihnya dua Ketua Umum secara aklamasi dalam dua sidang terpisah:
- Muhamad Mardiono, dipilih pada Sabtu oleh pimpinan sidang Amir Uskara, didukung oleh faksi yang mengklaim legitimasi struktural.
- Agus Suparmanto, dipilih pada Ahad oleh pimpinan sidang Qoyum Abdul Jabar, dengan dukungan dari sejumlah DPW dan DPC yang menolak dominasi pusat.
- Kedua kubu menyatakan bahwa proses pemilihan telah sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, dan masing-masing bersiap mengajukan kepengurusan ke Kemenkumham.
Pemerintah Tegaskan Netralitas
- Dalam konferensi pers di Jakarta, Yusril menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menjadi penengah dalam konflik internal partai politik.
- Ia menegaskan bahwa Kemenkumham hanya akan memproses permohonan berdasarkan dokumen hukum, seperti hasil muktamar, risalah sidang, dan struktur kepengurusan yang sah.
- Pemerintah menolak intervensi politik dan menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme internal PPP, termasuk Mahkamah Partai dan pengadilan, jika diperlukan.
Pernyataan Tegas Yusril
“Pemerintah wajib bersikap objektif dan tidak boleh memihak kepada salah satu kubu yang bertikai dalam dinamika internal partai mana pun,” ujar Yusril.
“Kami akan menilai berdasarkan norma hukum, bukan tekanan politik atau opini publik.”
Dinamika Politik dan Sejarah Konflik PPP
- Konflik internal PPP bukan hal baru. Sejak era reformasi, partai ini kerap mengalami dualisme kepemimpinan menjelang pemilu, seperti yang terjadi pada 2014 dan 2019.
- Perseteruan antar faksi sering kali berujung pada intervensi pengadilan dan keterlibatan Kemenkumham dalam pengesahan kepengurusan.
- Situasi saat ini berpotensi memengaruhi kesiapan PPP menghadapi Pemilu 2029, terutama dalam hal verifikasi partai dan pencalonan legislatif.
Implikasi Hukum dan Elektoral
- Jika kedua kubu gagal mencapai kesepakatan, maka pengesahan kepengurusan akan bergantung pada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
- Hal ini dapat menghambat proses administratif PPP di Komisi Pemilihan Umum (KPU), termasuk pencatatan calon legislatif dan dana kampanye.
- Pengamat menilai bahwa konflik ini mencerminkan lemahnya konsolidasi internal dan potensi fragmentasi suara pemilih tradisional PPP.












