Otonomi Daerah Terancam? Pemerintah Pusat Siap Ambil Alih Pengelolaan Guru

Wapenja.com – Pemerintah pusat kembali menggulirkan wacana penarikan kewenangan pengelolaan guru dari pemerintah daerah. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Atip Latifulhayat, menyatakan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah melakukan kajian mendalam terhadap regulasi yang selama ini menempatkan tanggung jawab pengelolaan guru di tangan pemerintah daerah.

Pernyataan ini disampaikan dalam acara peletakan batu pertama pembangunan SMP Persis Gandok di Tasikmalaya, Sabtu (27/9) yang sekaligus menjadi panggung bagi refleksi kebijakan pendidikan nasional. “Pengangkatannya dilakukan oleh daerah, tapi ketika ada masalah, pusat yang harus menyelesaikan,” ujar Atip, menyoroti ketimpangan struktural yang selama ini terjadi.

Baca Juga  Kunjungan Kerja Gubernur Jabar di Dampingi Kapolres Bogor dan Forkompinda Kab Bogor, Berikan Kebijakan Kompensasi Kepada Supir Angkot Libur Narik Sementara Waktu

Latar Belakang dan Urgensi Kajian:

  • Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pengelolaan guru menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.
  • Namun, berbagai kasus seperti distribusi guru yang tidak merata, konflik kepegawaian, dan lambatnya penanganan pelanggaran disiplin sering berujung pada intervensi pusat.
  • Pemerintah pusat merasa hanya “kebagian menyelesaikan masalah”, tanpa memiliki kontrol penuh atas proses rekrutmen dan penempatan.

Dampak Struktural yang Diperhitungkan:

  • Jika kewenangan ditarik ke pusat, maka akan terjadi pergeseran besar dalam birokrasi pendidikan nasional.
  • Sistem rekrutmen, penempatan, dan pembinaan guru akan dikendalikan langsung oleh Kementerian, berpotensi menciptakan standar nasional yang lebih seragam.
  • Namun, daerah bisa kehilangan fleksibilitas dalam merespons kebutuhan lokal, terutama di wilayah terpencil atau dengan karakteristik budaya tertentu.

Pro dan Kontra di Kalangan Pemerhati Pendidikan:

  • Pendukung sentralisasi menilai langkah ini sebagai solusi atas fragmentasi kebijakan dan lemahnya koordinasi antar daerah.
  • Kritikus menilai bahwa sentralisasi berisiko mengabaikan konteks lokal, memperpanjang rantai birokrasi, dan mengurangi partisipasi publik dalam pengambilan keputusan pendidikan.
  • Beberapa organisasi guru juga menyuarakan kekhawatiran bahwa kebijakan ini bisa memperlemah posisi tawar mereka di tingkat daerah.

Implikasi terhadap Reformasi Pendidikan:

  • Wacana ini berpotensi menjadi titik balik dalam reformasi pendidikan nasional, terutama dalam hal akuntabilitas dan efisiensi tata kelola.
  • Jika tidak disertai dengan mekanisme pengawasan yang kuat dan partisipasi daerah, kebijakan ini bisa menjadi bentuk baru dari sentralisasi yang justru memperburuk masalah lama.