Wapenja.com/New York – Dalam pidato tegas di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengirim pasukan perdamaian ke Gaza. Pernyataan ini muncul sebagai respons langsung terhadap inisiatif Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengusulkan pembentukan koalisi internasional untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.
“Kami siap… hentikan perang sekarang,” ujar Prabowo dengan nada penuh urgensi dan empati, disambut tepuk tangan dari delegasi berbagai negara.
Koalisi Internasional dan Agenda Perdamaian
Pertemuan tersebut dihadiri oleh para pemimpin dari negara-negara kunci di kawasan Timur Tengah dan Asia, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Mesir, Yordania, Turki, dan Pakistan. Dalam forum tersebut, AS mempresentasikan rencana strategis yang mencakup:
- Penarikan pasukan Israel dari wilayah Gaza secara bertahap
- Pembebasan sandera dari kedua belah pihak
- Pembentukan pemerintahan transisi di Gaza tanpa keterlibatan Hamas
- Penempatan pasukan penjaga perdamaian dari negara-negara netral
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan sejarah panjang dalam misi perdamaian PBB, menegaskan komitmennya terhadap diplomasi damai dan dukungan penuh terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Diplomasi Aktif dan Peran Strategis Indonesia
Langkah Indonesia ini bukan hanya simbolik, tetapi juga mencerminkan peran aktif dalam diplomasi global. Sejak awal konflik, Indonesia telah mendorong resolusi damai melalui jalur diplomatik, bantuan kemanusiaan, dan advokasi di berbagai forum internasional. Kesiapan mengirim pasukan perdamaian menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menyatakan bahwa pasukan yang akan dikirim adalah bagian dari Kontingen Garuda yang telah berpengalaman dalam misi di Lebanon, Sudan Selatan, dan Kongo. “Kami akan memastikan bahwa pasukan kami bertindak netral, profesional, dan sesuai mandat PBB,” ujarnya.
Meski rencana ini mendapat dukungan luas, tantangan tetap ada. Beberapa negara mempertanyakan efektivitas pemerintahan transisi tanpa Hamas, sementara lainnya menyoroti risiko keamanan bagi pasukan perdamaian. Namun, semangat kolektif untuk mengakhiri penderitaan warga sipil di Gaza menjadi dorongan utama.
Langkah Indonesia ini dipandang sebagai bagian dari diplomasi aktif Asia Tenggara dalam isu-isu global, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan moral dan strategis di panggung internasional.












