Wapenja.com – Di balik semangat mencerdaskan anak bangsa, tersimpan fakta mengejutkan: lebih dari 233 ribu guru di Indonesia belum memiliki gelar S1 atau D4. Sebagian besar dari mereka adalah pengajar di jenjang PAUD dan SD, yang dulunya direkrut dengan syarat pendidikan Diploma 2 (D2) sesuai regulasi lama.
“Banyak dari mereka mengabdi di pelosok negeri, jauh dari akses pendidikan tinggi,” ujar Suharti, Sekjen Kemendikdasmen, dalam dialog kebijakan di Jakarta. Tantangan geografis dan keterbatasan fasilitas membuat ribuan guru terjebak dalam status akademik yang belum memadai.
Namun harapan baru muncul. Pemerintah melalui Kemendikdasmen meluncurkan program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)—sebuah terobosan yang mengakui pengalaman mengajar sebagai bagian dari beban studi.
Dua Jalur RPL:
- Afirmasi: Untuk guru berusia 47–55 tahun, cukup menempuh 2 semester dengan pengakuan hingga 70% SKS.
- Reguler: Untuk guru di bawah 47 tahun, durasi studi sekitar 3–4 semester dengan pengakuan 50% SKS.
Yang paling melegakan: tidak ada skripsi. Tugas akhir bisa berupa proyek atau makalah yang relevan dengan praktik mengajar.
Program ini bukan sekadar soal gelar, tapi tentang pengakuan atas dedikasi. Pemerintah menargetkan wisuda nasional pertama pada 2026, dan berharap puluhan ribu guru PAUD bisa menyandang gelar sarjana pada 2028.












