Tragedi Kali Cikeas: Dua Anak Terseret Arus, Satu Ditemukan Meninggal

Wapenja.com/Bekasi – Duka menyelimuti warga Jatiasih, Bekasi, setelah dua anak dilaporkan hanyut di aliran Kali Cikeas, tepatnya di belakang kawasan Puri Nusapala, pada Jumat siang, 7 November 2025. Kejadian memilukan ini terjadi sekitar pukul 14.00 WIB, saat kedua korban tengah berenang bersama teman-temannya di sungai yang dikenal memiliki arus deras dan minim pengawasan.

Korban pertama, berinisial A (9 tahun), ditemukan dalam kondisi meninggal dunia pada Sabtu pagi, 8 November. Jenazah langsung dievakuasi oleh tim SAR gabungan dan diserahkan kepada keluarga untuk prosesi pemakaman. Sementara itu, pencarian terhadap korban kedua, R (13 tahun), masih terus dilakukan hingga Sabtu sore.

Koordinator Unit Siaga SAR Bekasi, Erdi Jatmiko, menyampaikan bahwa tiga tim pencari telah dikerahkan sejak Jumat sore. Mereka melakukan penyisiran menggunakan perahu karet dari titik awal kejadian hingga Bendungan Koja, serta pemantauan darat di sepanjang bantaran sungai. “Kami fokus pada radius 3 kilometer dari lokasi terakhir korban terlihat. Arus cukup deras, dan visibilitas terbatas,” ujar Erdi.

Baca Juga  Tim Jaipong SMA Telkom Bandung Harumkan Nama Sekolah di Jawa Barat

Tim SAR dibantu oleh warga sekitar, relawan, dan aparat setempat. Namun, medan yang sulit dan minimnya penerangan di malam hari menjadi tantangan besar dalam proses evakuasi.

Kali Cikeas bukan kali pertama menjadi lokasi insiden tenggelamnya anak-anak. Dalam lima tahun terakhir, tercatat setidaknya tujuh kasus serupa terjadi di aliran sungai ini. Sayangnya, belum ada langkah konkret dari pemerintah daerah untuk memasang rambu peringatan, pagar pengaman, atau menutup akses ke titik-titik rawan.

Baca Juga  Sinergi Tanggap Darurat, Polsek Ciawi dan Stakeholder Evakuasi Pohon Tumbang Tutup Jalan Utama, Petugas Bergerak Cepat

Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dr. Rini Astuti, menilai bahwa tragedi ini mencerminkan lemahnya sistem perlindungan ruang publik bagi anak. “Sungai bukan tempat bermain, apalagi tanpa pengawasan. Pemerintah harus segera menetapkan zona larangan bermain di area berisiko tinggi dan mengedukasi warga,” tegasnya.

Kejadian ini juga membuka kembali diskusi tentang minimnya ruang bermain aman bagi anak-anak di kawasan urban. Dengan terbatasnya taman dan fasilitas publik, banyak anak memilih sungai, rel kereta, atau lapangan kosong sebagai tempat bermain. Padahal, risiko keselamatan sangat tinggi.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mendesak Pemkot Bekasi untuk segera melakukan audit keselamatan ruang publik dan melibatkan komunitas lokal dalam pengawasan anak. “Kita tidak bisa terus menunggu korban berikutnya,” ujar Ketua LPAI, Seto Mulyadi.