Dari Anggaran Nganggur ke BLT: Purbaya Uji Ketahanan Fiskal dan Sosial

Wapenja.com/Jakarta – Langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam mengutak-atik anggaran “nganggur” untuk tambahan BLT Rp30 triliun bukan hanya soal teknis fiskal—ini adalah manuver politik, sosial, dan ekonomi yang sarat makna. Di tengah tekanan ekonomi global dan dinamika domestik, keputusan ini mencerminkan bagaimana pemerintah mencoba merespons kebutuhan rakyat dengan fleksibilitas anggaran, sekaligus mempertahankan narasi optimisme fiskal.

Purbaya memanfaatkan anggaran kementerian/lembaga (K/L) yang tidak terserap—sering kali akibat lambatnya birokrasi atau ketidakefisienan program—untuk dialihkan ke bantuan langsung tunai (BLT). Ini bukan sekadar efisiensi, tapi juga sinyal bahwa pemerintah siap menggeser prioritas demi menjaga daya beli masyarakat. Namun, tanpa rincian K/L mana saja yang terkena realokasi, publik berhak bertanya: apakah ini bentuk perencanaan yang buruk, atau justru keberanian untuk mengoreksi arah belanja negara?

Baca Juga  Kabar Gembira ! Daya Listrik Dibawah 1300 VA Akan Mendapat Diskon Listrik 50% Tahap 2 Tahun 2025 

Tambahan BLT ini masuk dalam delapan program akselerasi ekonomi yang diumumkan sejak September 2025. Target penerima lebih luas dibanding program reguler seperti PKH dan sembako dari Kemensos, menunjukkan bahwa pemerintah ingin menjangkau lapisan masyarakat yang mungkin selama ini luput dari jaring pengaman sosial. Ini bisa menjadi instrumen penting untuk meredam potensi gejolak sosial menjelang akhir tahun fiskal.

Purbaya optimistis bahwa injeksi Rp30 triliun ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5,5%—angka yang sebelumnya belum pernah diproyeksikan secara resmi. Ia merujuk pada data penjualan ritel yang mulai menunjukkan peningkatan, sebagai indikasi bahwa stimulus mulai berdampak. Namun, pertanyaan kritis tetap mengemuka: apakah BLT benar-benar mampu mendorong pertumbuhan jangka panjang, atau hanya menjadi solusi sementara?

Baca Juga  Dirut KAI Sebutkan Kalau Woosh "Bom Waktu" Bikin tekor Hampir 1 Triliun

Pernyataan Purbaya—“Kita kaya kok, jangan lihatnya miskin. Gini-gini kaya juga”—mengandung dua lapis makna. Di satu sisi, ia ingin menegaskan bahwa APBN cukup kuat untuk menopang kebijakan populis ini. Di sisi lain, retorika tersebut bisa memicu debat publik soal persepsi kemiskinan, ketimpangan, dan bagaimana negara mendefinisikan “kaya” dalam konteks kesejahteraan rakyat.