Wapenja.com/Bandung – Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) SMK dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FKSS) SMA Kota Bandung menggelar diskusi bersama membahas keberlangsungan program Bantuan Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP) yang tidak tersalurkan sejak tahun 2024 hingga 2025. Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis, 18 September 2025, di SMK Ad-Dimyati, Jl. Raya Kopo No. 433, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat.
Dalam forum tersebut, para pengurus FKKS SMK dan FKSS SMA menegaskan bahwa berbagai langkah sudah ditempuh untuk memperjuangkan hak siswa penerima RMP. Upaya yang dilakukan di antaranya dengan melakukan audiensi langsung ke Wali Kota Bandung, Dinas Pendidikan Kota Bandung, Dewan Kota Bandung, hingga DPRD Provinsi Jawa Barat. Namun hingga kini, belum ada kepastian terkait realisasi penyaluran bantuan tersebut.

Program RMP sendiri bernilai Rp1.500.000 per siswa SMA per tahun dan Rp1.600.000 per siswa SMK per tahun, yang sejatinya sangat membantu meringankan beban biaya pendidikan. Sesuai petunjuk teknis, dana RMP dialokasikan untuk membantu pembayaran SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) dan DSP (Dana Sumbangan Pendidikan) siswa. Penundaan penyaluran selama dua tahun
ini berdampak langsung pada sekitar 17 ribu siswa dari 55 SMA dan 91 SMK di Kota Bandung yang terdaftar sebagai penerima. Jika diakumulasi, nilai bantuan yang seharusnya diterima siswa mencapai Rp26,9 miliar per tahun.
Menurut FKKS SMK dan FKSS SMA, anggaran RMP setiap tahun selalu tercatat dalam RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) karena program ini merupakan bantuan rutin yang seharusnya tersalur. Namun, sejak 2024 hingga 2025, pencairannya tidak kunjung dilakukan. Hal ini membuat sekolah tetap dibebani kewajiban menjalankan program tanpa dukungan dana yang sudah dijanjikan pemerintah.
Kepala SMK Ad-Dimyati, Iik Abdul Chalik, selaku tuan rumah kegiatan, menyampaikan bahwa persoalan RMP ini menyentuh langsung kehidupan siswa.
“Di sekolah kami, banyak siswa penerima RMP yang seharusnya terbantu dengan dana tersebut. Namun karena sudah dua tahun tidak turun, pihak sekolah harus memutar otak agar kegiatan belajar tetap berjalan normal. Kami berharap pemerintah kota bisa segera merealisasikan hak siswa, karena pendidikan mereka tidak boleh terhenti hanya karena masalah teknis penyaluran,” ujarnya.
Ketua FKSS SMA Kota Bandung, Riki Suryadi, S.H., menegaskan bahwa meskipun bantuan tidak cair, sekolah tetap memastikan siswa penerima manfaat RMP mendapatkan hak layanan pendidikan hingga lulus.
“Siswa RMP yang ada di SMA Swasta Kota Bandung dipastikan akan mendapatkan pelayanan terbaik sampai dengan yang bersangkutan lulus nanti, walaupun dalam kondisi standar dan terbatas. Namun, harus diakui, dengan tidak cairnya RMP ini, pelayanan minimal (SPM) sekolah penerima manfaat RMP berkurang sebesar Rp1,5 juta per siswa,” tegasnya.
Riki juga menyinggung bahwa dalam situasi sulit ini sempat muncul ajakan aksi demonstrasi di Balai Kota dan DPRD Bandung dengan tajuk viral “DELIMA” (Demo Lima). Namun, FKSS Kota Bandung memilih jalur komunikasi yang lebih elegan.
“Memang ada ajakan untuk kumpul nyanyi DELIMA (Demo Lima) di Balai Kota dan DPRD. Tapi FKSS Kota Bandung lebih mengutamakan komunikasi, silaturahmi, serta menjaga kondusifitas Kota Bandung. Jadi kami tetap berjuang, tapi dengan cara yang santun dan bermartabat,” jelasnya.
Selain itu, Riki menambahkan FKSS SMA juga turut berkontribusi dalam berbagai program pembangunan kota.
“Kami di FKSS SMA tidak banyak menuntut. Justru kami juga ikut memberikan kontribusi, baik dalam penanganan siswa tidak mampu maupun permasalahan lain di Kota Bandung. Bahkan saat ini kami bersama KCD VII, SMA/SMK, dan dinas terkait sudah menjalin kerjasama dalam program WAG Waste Management untuk mendukung penanganan sampah. Jadi jelas, kami ikut andil dalam pembangunan kota, maka wajar bila hak siswa tidak mampu ini harus dipenuhi,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua FKKS SMK Kota Bandung, Asep Alibasa, S.Pd., M.M., menegaskan bahwa sekolah kini berada dalam posisi sulit.
“Banyak siswa RMP berasal dari keluarga yang benar-benar tidak mampu. Kalau bantuan tidak turun, sekolah harus menutupinya dengan cara lain. Ada yang mencarikan beasiswa, ada yang keluar dana pribadi. Tapi ini tidak bisa dibiarkan terus. Pemerintah kota harus menunaikan kewajibannya,” tegasnya.
FKKS SMK dan FKSS SMA kemudian menyampaikan pertanyaan langsung kepada Wali Kota Bandung: “Di mana hak siswa penerima RMP? Sudah dua tahun dana tidak turun, padahal mereka jelas-jelas berhak. Bahkan sudah dimasukkan dalam RKAS sebagai program tahunan, dan sesuai juknis dipergunakan untuk SPP dan DSP. Lalu Rp26,9 miliar itu dikemanakan? Apakah pemerintah kota akan terus membiarkan anak-anak rawan putus sekolah menanggung beban sendiri?”
Menanggapi hal itu, dalam audiensi sebelumnya dengan FKKS SMK dan FKSS SMA, Wali Kota Bandung menyatakan pihaknya akan berupaya memperjuangkan penyaluran RMP. Namun hingga kini, kedua forum menilai pernyataan tersebut masih sebatas janji tanpa kepastian waktu dan mekanisme.
Diskusi yang berlangsung hangat tersebut menghasilkan kesepakatan untuk terus melanjutkan advokasi dan komunikasi intensif dengan pihak terkait, demi memastikan bantuan RMP kembali tersalurkan kepada siswa yang berhak.
Pada akhirnya, FKKS SMK dan FKSS SMA Kota Bandung menegaskan bahwa perjuangan ini bukan semata-mata soal dana, melainkan komitmen bersama menjaga agar tidak ada satu pun siswa rawan melanjutkan pendidikan yang tertinggal. Dengan sinergi antara pemerintah kota, dinas pendidikan, sekolah, dan masyarakat, diharapkan persoalan penyaluran RMP dapat segera terselesaikan sehingga fokus utama pendidikan kembali pada peningkatan kualitas belajar siswa dan pembangunan karakter generasi muda Bandung.












