Dibalik Kebijakan SPMB 2025 Jabar Tentang Rombel, Tersembunyi Ironi, Ribuan Guru Swasta Kehilangan Murid, Kehilangan Jam Mengajar dan Kehilangan Penghasilan

Wapenja.com – Kebijakan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat menuai berbagai respons, sebuah niat mulia yang dikemas indah dalam regulasi.

Tetapi di balik kalimat agung itu, tersembunyi ironi, ribuan guru swasta kehilangan murid, kehilangan jam mengajar, dan kehilangan penghasilan, khususnya dari pihak sekolah swasta, karena ada beberapa kebijakan dan implikasinya yang menjadi “derita” bagi sekolah swasta antara lain:

Penambahan Rombongan Belajar (Rombel) di Sekolah Negeri:

Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang petunjuk teknis pencegahan anak putus sekolah ke jenjang pendidikan menengah Provinsi Jawa Barat menetapkan jumlah 50 murid per kelas di sekolah negeri.

Penambahan kuota ini, meskipun bertujuan untuk menampung lebih banyak siswa dan mencegah anak putus sekolah, dikhawatirkan dapat “mematikan” sekolah swasta karena mengurangi jumlah calon siswa yang mendaftar ke sekolah swasta.

Sekolah swasta merasa terancam karena semakin sedikit siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri, sehingga jumlah pendaftar ke sekolah swasta akan menurun drastis.

Dampak pada Daya Tampung dan Peminat Sekolah Swasta:

Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat (FKSS Jabar) mengklaim adanya penurunan siswa yang masuk sekolah swasta dalam SPMB tahap I 2025.

Jika tren ini terus berlanjut, sekolah swasta bisa kekurangan siswa dan terancam tutup.

Seperti yang kita ketahui, pada era Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin waktu itu, telah mengumumkan perubahan skema penyaluran Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) mulai tahun 2025.

Perubahan ini muncul sebagai respons terhadap isu penahanan ijazah siswa oleh beberapa sekolah swasta. Meskipun belum jelas detail perubahannya, hal ini bisa berdampak pada sumber pendanaan bagi sekolah swasta.

Tantangan Persaingan:

Dengan semakin banyaknya daya tampung di sekolah negeri, sekolah swasta dituntut untuk lebih inovatif agar bisa bersaing dan menarik minat siswa. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah swasta yang selama ini mungkin mengandalkan siswa yang tidak tertampung di negeri.

Meskipun demikian, ada beberapa upaya dan kebijakan yang juga muncul untuk meringankan “derita” sekolah swasta, yaitu :

Jaminan Sekolah Swasta bagi Siswa Tidak Mampu: Dinas Pendidikan Jawa Barat memastikan siswa dari keluarga pra-sejahtera yang tidak tertampung di SMA/SMK negeri melalui SPMB 2025 tetap dapat bersekolah di sekolah swasta dengan bantuan biaya pendidikan. Ini menunjukkan adanya perhatian pemerintah untuk memastikan akses pendidikan tetap terbuka bagi semua, termasuk melalui sekolah swasta.

Peraturan Menteri dan Sinergi: Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2025 mendorong pemerataan akses layanan pendidikan melalui sinergi antara sekolah negeri dan swasta. Hal ini bisa menjadi peluang bagi sekolah swasta untuk berkolaborasi dan mendapatkan dukungan lebih dari pemerintah.

Secara keseluruhan, kebijakan SPMB 2025 di Jawa Barat, khususnya terkait penambahan daya tampung sekolah negeri, membawa tantangan besar bagi keberlangsungan sekolah swasta.

Mereka perlu beradaptasi dan mencari strategi baru untuk tetap relevan dan menarik minat siswa di tengah persaingan yang semakin ketat.