Wapenja.com – Program Makan Siang Geratis untuk anak sekolah masih menjadi sorotan publik.
Informasi yang beredar, program makan siang gratis ini akan menggunakan anggaran dana BOS atau Bantuan Operasional Sekolah.
Hal ini berdasarkan pernyataan Ketua TKD DKI Jakarta, Ahmed Zaki Iskandar yang mengusulkan agar pendanaan program makan siang gratis tersebut menggunakan dana BOS.
Melalui skema tersebut, dia mengklaim pemantauan anggaran akan jelas dan tertib serta bisa langsung dicairkan ke rekening sekolah terkait.
Menanggapi hal ini, FSGI menilai usulan penggunaan dana BOS afirmasi bagi pembiayaan program makan siang gratis adalah wujud ketidakberpihakan pada layanan pendidikan yang adil dan berkualitas.
Pernyataan tersebut juga menunjukkan kegagalan memahami tujuan kebijakan dana BOS dan BOS afirmasi.
Dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS adalah dana yang digunakan untuk mendanai belanja nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah.
Dana BOS juga dapat digunakan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, tidak ada peraturan perundangan yang mengijinkan dana BOS digunakan untuk makan siang gratis setiap hari untuk seluruh peserta didik.
Dana BOS adalah program pemerintah Indonesia yang memberikan bantuan keuangan kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
Selama bertahun-tahun, dana BOS digunakan untuk biaya operasional seperti gaji guru dan karyawan, kebutuhan belajar mengajar seperti buku, kertas, alat tulis kantor, dan keperluan lain perawatan gedung sekolah.
Sedangkan dana BOS afirmatif atau afirmasi adalah program pemerintah pusat yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal.
Adapun dasar penolakan dana BOS untuk makan siang gratis, termasuk:
- Tidak Semua Sekolah Mendapatkan BOS Afirmasi
BOS Afirmasi hanya diberikan pada sekolah-sekolah tertentu, misalnya sekolah yang berada di wilayah tertinggal. Adapun besaran Jumlah BOS Afirmasi umumnya hanya puluhan juta.
“Apakah anggaran sebesar itu cukup membiayai makan siang gratis selama satu tahun? Lalu, bagaimana dengan sekolah yang tidak mendapatkan BOS Afirmasi, akan menggunakan anggaran dari mana untuk makan siang gratis di sekolahnya?” ungkap FSGI dalam rilisnya.
- Dana BOS Reguler Masih Minim
Jumlah dana BOS yang dikelola sekolah sangat bergantung pada jumlah peserta didik. Semakin banyak peserta didik, maka makin besar jumlah dana BOS yang diterima sekolah, begitupun sebaliknya.
Jika dana BOS yang diterima besar, maka layanan pendidikan dapat berjalan baik.
“Namun jika dana BOS digunakan untuk makan siang gratis, maka dapat dipastikan jumlah yang diterima sekolah saat ini pastilah tidak cukup,” tegas FSGI.
- Makan Siang Gratis Berpotensi Mubazir
Mengacu pada hasil kajian PISA, Indonesia tidak termasuk negara yang anak-anaknya mengalami kekurangan makan.
Selain itu, orang tua lebih paham makanan kesukaan anaknya dan dapat memasak sendiri sehingga lebih bersih, bergizi, dan sehat. Program makan siang gratis dengan dengan menu yang disamaratakan, akan sangat sulit diterima anak dengan beragam alasan, seperti tidak suka, alergi makanan tertentu, dll.
- Pembiayaan Pendidikan Tergerus
Jika anggaran makan siang gratis dibebankan pada dana BOS, maka pembiayaan pendidikan akan tergerus.
“Pendidikan berkualitas tidak akan tercapai,” tegas FSGI.
Oleh karena itu, FSGI mendorong pemerintahan yang baru agar melakukan kajian akademik untuk memetakan sekolah yang memang membutuhkan program makan siang gratis.
Misalnya, di daerah tertinggal. Namun dengan catatan, anggarannya tidak menggunakan Dana BOS.
Sementara itu, simulasi program makan siang gratis mulai dilakukan di sekolah. Salah satunya Pemerintah Kabupaten Tangerang yang mengadakan simulasi program makan siang bernama Anak Sehat dan Sejahtera (Aksara) di SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang, akhir Februari 2024 lalu
Program ini tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan gizi para siswa dan siswi, tetapi juga berkaitan dengan pemberdayaan UMKM sekitar dan ketahanan pangan lokal.
Pada kesempatan tersebut, Pemerintah Kabupaten Tangerang menjelaskan terkait program Aksara secara detail kepada Menko Airlangga.
Menanggapi penjelasan tersebut, Menko Airlangga mengatakan bahwa adanya simulasi makan siang ini dapat memperlihatkan ‘bolts and nuts’ dari program hingga multiplier effect-nya.
“Dari simulasi ini kita ingin melihat ‘bolts and nuts’ dari program makan siang ini. Mulai dari adanya 3 tipologi sekolah, kemudian juga infrastruktur, plus yang kita ingin lihat itu bagaimana mekanisme atau SOP antara sekolah dan UMKM. Nah, multiplier effect-nya seperti apa,” kata Menko Airlangga.
Menko Airlangga menekankan bahwa Kabupaten Tangerang cocok menjadi lokasi pilot project program makan siang karena memiliki tiga topologi sekolah yakni sekolah di perkotaan, pedesaan, dan pesisir.
Oleh karena itu, Menko Airlangga berharap adanya simulasi tersebut dapat menjadi kick-off untuk simulasi-simulasi berikutnya dan mendata kendala-kendala yang mungkin timbul (belanja masalah).
Lebih lanjut Menko Airlangga menegaskan bahwa adanya simulasi program tersebut juga memunculkan kesadaran bahwa literasi gizi menjadi penting karena tujuan utama program makan siang di sekolah yakni untuk gizi anak-anak yang lebih baik.
“Dari simulasi ini bisa dilihat berapa biaya yang pas, dan menu apa saja yang disediakan, jenis protein apa saja yang bisa digunakan. Berbagai protein dicoba. Ketahanan pangan lokal juga menjadi penting sehingga asupan yang tersedia merupakan asupan yang berasal dari lokal,” ujar Menko Airlangga. (*)